A G A M A K E R U K U N A N

Oleh; Suud Hasanuddin, ketua FOSPI-Pakistan.

Berawal dari mempermasalahkan terminology “din” yang biasa diartikan dengan agama, namun ada beberapa hal yang perlu dijelaskan supaya tidak terjadi kesalahfahaman terhadap terminology ini. Dalam Al-Qur’an kata din digunakan bukan hanya kepada Islam saja. Tetapi juga digunakan untuk agama-agama lain. Hal tersebut dapat kita lihat pada firman Allah subhanhu wa ta’ala QS: Al-Kafirun: 6, artinya: “Bagi mu “din” (agama) kamu dan bagiku “din” (agama)-ku”.

Jikalau demikian maka tidak ada salahnya bila kata agama digunakan sebagai penyebutan terhadap agama-agama yang ada di dunia ini, baik itu kepada Islam atau juga agama selain Islam, karena memang secara realita tidak hanya Islam yang dijadikan oleh manusia sebagai agama di dunia ini.

Secara garis besar agama di dunia ini bisa di kelompokkan dalam dua kategori; agama samawi dan agama ardhi. Agama samawi adalah agama yang pernah Allah subhanhu wa ta’ala turunkan di dunia ini bersamaan dengan diutusnya para Rasul untuk menjelaskan kepada umat manusia. Pada asalnya agama samawi ini adalah sama, yakni agama tauhid, Allah subhanhu wa ta’ala berfirman: “Tidaklah kami mengutus rasul di dunia ini melainkan supaya menyembah kepada Allah dan menjauhi thaghut.

Akan tetapi dalam perjalanannya agama samawi ada yang mengalami perubahan yang disebabkan ulah tangan pengikutnya yang mengurangi dan menambah dalam masalah agama mereka, terbukti dalam kitab-kitab suci mereka terjadi perubahan, baik dalam masalah ushul (teologi) buktinya adalah dalam dua agama yang terdahulu dalam masalah teologi ada Nabi dan orang-orang yang sholeh ditempatkan dalam kedudukan sejajar dengan Allah subhanhu wa ta’ala dan dalam masalah syari’ah. Buktinya babi yang pada asalnya haram teryata dalam agama nasrani dihalalkan (lihat: Fikih Babi Dalam Injil oleh: Dr. Sanihu Munir beserta disertasi doctoral beliau)

Adapun agama ardhi adalah agama yang dihasilkan dari karya cita dan rasa manusia. Biasanya agama seperti ini dihasilkan dari perkembangan kebudayaan manusia yang memiliki ciri khusus yakni penghormatan dan pemujaan perhadap leluhur. Yang tergolong agama ardhi ini sangat banyak, bukan hanya agama Budha, Hindu, tapi juga termasuk agama-agama dan kepercayaan local. Orang Indonesia mengenal agama Kaharingan. Orang Jepang mengenal agama Sintho, orang China mengenal Tsao dan lain sebagainya.

Agama-agama ardhi ini juga memiliki ciri khusus lainya yakni dipisahkan oleh teritorial tertentu, maksudnya satu daerah dengan daerah yang lainya memiliki kepercayaan yang berbeda, contohnya adalah agama Hindu yang dianut oleh kebanyakan masyarakat Bali berbeda dengan agama Hindu Kaharingan yang masih dipegang oleh sebagian penduduk di Kalimantan, dan juga berbeda dengan agama Hindu yang dianut oleh kebanyakan masyarakat Hindustan.

Demikianlah secara ilmu pengetahuan saja kita dapat melihat perbedaan-perbedaan agama yang ada, baik dari asal-usul keberadaan agama itu, masalah teologi, masalah syari’at ataupun tata cara peribadatan.

Namun sangatlah disayangkan akhir-akhir ini ada sebagian orang yang berinisiatif untuk ‘menyamakan’ semua agama yang ada di dunia ini. Dengan alasan demi terciptanya keharmonisan, kerukunan serta ketenangan dalam berkehidupan.

Inisiatif serta ide tersebut tidaklah datang dengan sendirinya. Kebanyakan dari mereka mengungkapkan alasan ide meraka ini sebagai berikut:

Yang pertama adalah peperangan demi peperangan yang terjadi di dunia ini salah satu penyebabnya adalah kefanatikan para pengikut agama tertentu yang mengklaim bahwasanya agamanya sajalah yang benar, agama orang lain tidak benar.

Islam dalam hal ini seringkali dipojokkan, Islam seringkali dituduh penyebaran agamanya dilakukan dengan pedang, bahkan menganggap pengikut agama lain “kafir” yang harus diperangi. Padahal yang semacam ini adalah kekeliruan yang diakibatkan olah pemutarbalikan sejarah, terbukti dalam Islam tidak pernah ada perintah berperang tanpa adanya sebab yang diperkenankan.

Dalam Islam dibenarkan berperang untuk melindungi agama kita jika ada yang mencoba untuk mengusiknya. Jihad dalam Islam adalah untuk mempertahankan diri dan agama karena Islam tidak mengenal invasi. (lihat: Ahkam As-Sulthoniyah oleh Al-Mawardie). Bahkan dalam Islam diakui keberadaan orang kafir, oleh karena itu kita mengenal istilah kafir dzimmie.

Dengan demikian menurut mereka klaim para pemeluk agama tertentu yang menganggap agamanya saja yang benar haruslah dibuang dan diganti dengan; semua agama memiliki kebenaran yang sama, dengan kata lain mereka biasa mengistilahkan hidayah bukan hanya milik agama tertentu. (baca: Islam Liberal oleh Budhi Munawar Rahman)

Yang sangat mencengangkan adalah propaganda yang semacam ini dilakukan oleh orang-orang yang ditokohkan masyarakat ataupun orang-orang yang berpendidikan tinggi, hingga diantara mereka ada yang dengan senang hati mengatakan; kita mungkin saja mempunyai agama yang berbeda tapi kita mempunyai hati yang sama. (lihat: Raport Merah AA Gym).

Bahkan mereka dengan pendapat dan inisiatifnya tersebut mengambil dasar dari Al-Qur’an, adapun ayat yang biasa mereka bawakan diantaranya firman Allah subhanhu wa ta’ala: “Dan pada setiap kaum itu ada orang yang diutus untuk memberikan petunjuk. (QS. Ar-Ra’ed: 7). Dengan ayat ini mereka ada yang berpendapat; agama Budha yang diajarkan Sidharta Gautama memungkinkan adanya kebenaran di dalamnya, sebab ada praduga bahwasanya Sidharta ini adalah salah satu di antara Nabi yang pernah Allah subhanhu wa ta’ala utus, dalam sejarah ia tercatat sebagai orang yang baik dan menghargai nilai kemanusian (lihat: Sejarah Tuhan oleh: Karen Amstrong), sebab Allah subhanhu wa ta’ala sendiri berfirman: “Dan sungguh kami telah mengutus Rasul sebelum kamu (Muhammad) di antara mereka ada yang kami ceritakan padamu dan di antara mereka ada juga yang tidak kami ceritakan pada kamu” (QS. Al-Ghafir: 78)

Akan tetapi yang menjadi permaslahan adalah untuk menentukan Sidharta sebagai seorang Nabi dengan hanya sekedar ‘kemungkinan’ adalah dipermasalahkan, karena hal kenabian adalah merupakan pemberian dari Allah subhanhu wa ta’ala dan seseorang tidak diperkenankan untuk main tebak-tebakan begitu saja dengan alasan kebaikan seseorang. Urusan kenabian adalah karunia dari Allah subhanhu wa ta’ala yang tidak dihasilkan dari kebaikan seseorang atau usaha seseorang. (lihat: Kitab At-Tauhid oleh: Syeikh Shalih Fauzan Al-Fauzan II)

Demikianlah propaganda yang b a n y a k menyita perhatian di kalangan umat Islam khususnya di Indonesia. Pemikiran untuk menempatkan semua agama dalam kedudukan yang sama sedang ramai dibicarakan. Propaganda yang seperti ini sebenarnya sudah lama timbul di kalangan umat Islam, bukan hanya pada saat ini. Ibnu ‘Arabi dan Al-Hallaj dalam buku-bukunya banyak berbicara mengenai “wihdatul adyan”. Dan bagi pecinta sastra akan mendapati yang semacam ini dari puisi-puisi Kahlil Gibran. Propaganda tersebut dilancarkan saat ini dengan tujuan harmonisasi, kerukunan, persatuan dan kesatuan antar umat beragama.

PANTASKAH SEMUA AGAMA DISAMAKAN?

Allah subhanhu wa ta’ala berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang Yahudi, orang Nashrani dan Shobi-in, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir dan beramal shalih, maka bagi pahala disisi Tuhannya, tidak ada kekhawatiran dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS. Al-Baqarah: 62).

Ayat inilah yang sering dijadikan dalil bahwa Allah subhanhu wa ta’ala mengakui keberadaan agama-agama lain selain Islam. Pengikut agama manapun memiliki peluang yang sama dalam hal pahala, asalkan punya iman dan berbuat kebaikan.

Sebenarnya kita tidak boleh seenaknya sendiri memahami ayat tersebut bahwa pengikut agama manapun memiliki peluang yang sama asalkan memiliki iman dan mau berbuat kebaikan tanpa dijelaskan apa itu iman? Apakah sama konsep keimanan dalam Islam dengan konsep agama lainnya, sebab keimanan itu bukan hanya sekedar percaya kepada Allah subhanhu wa ta’ala saja, dan tidak semua perbuatan yang dianggap baik itu bisa dikategorikan amal shaleh. Allah subhanhu wa ta’ala berfirman: “Dan barangsiapa yang memilih agama lain selain Islam maka tidak akan pernah diterima darinya dan dia di akhirat termasuk orang yang merugi”. (QS. Ali Imran: 85)

Ayat ini menjelaskan ayat yang sebelumnya disebutkan bahwasanya bukan pengikut agama manapun mempunyai peluang yang sama di hadapan Allah subhanhu wa ta’ala, akan tetapi pengikut agama manapun memiliki peluang yang sama di hadapan Allah subhanhu wa ta’ala jikalau mereka mau masuk Islam dan beramal shaleh. Tidak selamanya orang Nashrani itu Nasrani atau orang Yahudi itu akan tetap Yahudi, tapi bisa jadi karena ia mendapatkan petunjuk dari Allah subhanhu wa ta’ala maka dia akan masuk Islam dan akan memiliki peluang yang sama dengan orang-orang yang sejak kecil dalam keadaan Islam dalam hal pahala disisi Allah subhanhu wa ta’ala.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapapun orangnya baik dari golongan Yahudi atau juga Nasrani yang mendengarkan perkataanku dan tidak beriman dengannya maka pasti dia akan masuk neraka”. (HSR. Imam Al-Bukharie)

Sungguh sangatlah jelas bahwa datangnya Islam salah satunya adalah menghapus agama terdahulu, bahkan dalam pembahasan Ushul Fiqh “Syar’u man qoblana” tidaklah dapat dijadikah hujjah.

Pembaca yang budiman memang agama manapun diakui dalam Islam keberadaanya akan tetapi tidak semua yang diakui itu dibenarkan. Allah subhanhu wa ta’ala berfirman: “Sesungguhnya agama disisi Allah hanyalah Islam”. (QS. Ali Imran: 19)

Bukankah sudah jelas dari ayat tersebut bahwa agama yang dibenarkan disisi Allah subhanhu wa ta’ala hanyalah Islam. Dan orang yang mengambil selain dari Islam sebagai agama maka di akhirat nanti termasuk orang yang merugi.

Allah subhanhu wa ta’ala berfirman dalam QS. Al-Bayyinah: 6, artinya: “Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (pasti akan masuk) neraka jahannam mereka kekal didalamnya.mereka itulah seburuk-buruk makhluk”.

Dengan ayat tersebut dan beberapa ayat yang lain yang kami sebutkan serta Hadist Rasulullah shallallahu ’alahi wa sallam telah tegas dan jelas bahwasanya orang-orang dari ahli kitab dan orang musyrik manapun pasti akan masuk neraka, terus kenapa ada sebagian orang yang ingin menjadi atvokad (pembela) mereka di hadapan Allah subhanhu wa ta’ala supaya mereka dimasukkan surga.

Dalam ayat lain Allah subhanhu wa ta’ala berfiman: “Sungguh kafir orang-orang yang mengatakan bahwa sesungguhnya Allah adalah yang ke tiga dari yang tiga”.

Kesimpulannya adalah semua agama tidaklah bisa disamakan. Dan tidak semua agama yang ada ini benar disisi Allah subhanhu wa ta’ala. Agama yang benar disisi Allah hanyalah Islam.

PERBEDAAN DALAM UMMAT ISLAM

Perbedaan dalam u m a t Islam adalah sangat memungkinkan, realita ini memang benar-benar ada dan terjadi, tetapi tidak semua perbedaan yang sangat memungkinkan itu dapat dibenarkan.

Perbedaan tersebut tak lepas dari pengaruh madzhab. Akan tetapi para Imam madzhab tidak dapat disalahkan, sebab mereka sendiri tidak pernah menyuruh agar berpegang pada madzhab tertentu.

PERBEDAAN DIANTARA IMAM MADZHAB

Perbedaan diantara para Imam madzhab sangatlah memungkinkan, hal tersebut disebabkan sejauh mana dalil (Hadits Nabi) yang sampai pada mereka, satu diantara yang lainnya memiliki kelebihan masing-masing. Memungkinkan Imam yang satu belum mendapati dalil dalam masalah tertentu dimasa hidupnya, belakangan hari Imam yang lain mendapatkan dalilnya.

Akan tetapi yang menjadi permasalahan sehingga seolah-olah ada kesan perseteruan sengit antar madzhab adalah disebabkan kefanatikan generasi sesudahnya.

Bahkan ada orang yang menyatakan pada kami bahwasanya bermadzhab itu wajib. Padahal para Imam yang dahulu tidak pernah mewajibkan. Dan selama ini kami belum mandapati bahwa dalam Islam diwajibkan untuk bermadzhab.

Yang diwajibkan di dalam Islam adalah untuk mengikut petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Allah subhanhu wa ta’ala berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman ta’atlah kalian semua kepada Allah dan kepada Rasul dan Ulil Amri diantara kalian, dan jika kalian berselisih terhadap sesuatau maka kembalikan kepada Allah dan RasulNya…”(QS. An-Nisa’: 59)

Ta’at kepada Allah subhanhu wa ta’ala adalah muthlaq dan ta’at kepada Rasul adalah juga muthlaq, Allah subhanhu wa ta’ala berfirman: “Katakanlah (wahai Muhammad), jika kalian cinta kepada Allah maka ikutilah aku, pasti kalian akan dicintai oleh Allah”.

Adapun taat kepada Ulil Amri adalah dalam batas tertentu, dan jikalau kita berselisih tentang sesuatu maka semuanya adalah dikembalikan pada Allah dan Rasulnya.

Pembaca yang budiman pembahasan masalah ikhtilaf ini juga termasuk panjang diperbincangkan, akan tetapi sebenarnya kita bisa mengatasinya yakni dengan melihat permasalahan yang menjadi perselisihan. Jikalau dibelakang hari kita temukan dalilnya maka bagi kita seharusnya berpegang kapada dalil tersebut. Dan bisa melihat dalil-dalil yang disampaikan olah para Aimmatul Madzahib.

Ada yang merasa prihatin dengan perbedaan yang ada pada umat Islam, yang kami merasa keberatan adalah pernyataan yang memasukan Muhammadiyah dan NU di Indonesia, Brelwie dan Salafie di Pakistan sebagai kelompok terdengar hawa permusuhan.

Sebagai seorang terpelajar seharusnya kita tidak dengan gegabah berasumsi demikian, sebab jika hal tersebut terdengar oleh kalangan lain maka pasti ianya akan menjadi marah dengan kita, sebab Muhammadiyah tidak pernah meniupkan hawa permusuhan kepada siapapun.

Yang kita perlu ingat adalah disebagian masyarakat Islam, masih banyak yang memegang kepercayaan nenek moyang, sehingga keislamanya bercampur dengan kepercayaan nenek moyang, atau juga ada yang salah dalam memahami dan mengamalkan Islam. Terbukti dengan adanya berbagai macam aliran di dunia ini, terlebih khusus di Indonesia.

Olah karena itu di Indonesia kita akan sering dapati takhayul, khurafaat dan bid’ah-bid’ah. Tidak jarang orang-orang yang disebut kiai banyak yang mengajarkan sihir, weton (istilah jawa), hari-hari naas, bahkan sebagian masyarakat kita ada yang mengkeramatkan kuburan-kuburan, berdo’a dengan bertawasul padanya, bahkan ada juga yang menganggap tuan guru (istilah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah) atau kiyai (istilah umum Indonesia) sebagai manusia setengah Tuhan. Banyak masyarakat kita pada hari-hari tertentu datang berkunjung untuk meminta barokahnya dan lain sebagainya. Bahkan kita sering berkenalan dengan para pemuda dan pelajar, tatkala kita ditanyai pernah sekolah di mana? Lalu kita jawab: “di pondok”, seringkali para pelajar dan pemuda yang kurang pengetahuan tersebut meminta kita untuk mengajarinya ilmu semar mesem (ilmu atau aji-aji untuk mendapatkan perempuan). Ini baru sedikit kepercayaan-kepercayaan yang masih mewarnai kehidupan umat Islam di Indonesia.

Belum lagi perselisihan dikalangan umat Islam yang disebabkan oleh kesalahfahaman dalam memahami teks atau dalil. Atau juga menggunakan Hadits lemah bahkan maudhu’ sebagai dasar dalam pengamalan ibadah. Sedangkan kita tahu bahwasanya urusan agama (dalam masalah keimanan dan syari’ah) merupakan masalah tauqifiyah (kita menunggu perintah dan penjelasan dari Allah dan RasulNya saja).

Ada beberapa contoh bid’ah yang tejadi di kalangan umat Islam di Indonesia umpamanya mereka mengumandangkan adzan untuk bayi yang baru lahir, dan pada saat menguburkan jenazah, ada juga yang mengumandangkan adzan untuk memberangkatkan jama’ah hajii, serta masih banyak lagi bid’ah-bid’ah lainya.

Tetapi anehnya ada sebagaian masyarakat yang ada enggan dan merasa risih tatkala dibahas permasalahan takhayul, khurafat serta bid’ah-bid’ah yang mengotori agama kita ini. Sebenarnya kita tidak perlu merasa risih dengan pembahasan seperti ini, bukankah sudah banyak yang terdengar oleh kita bahwa untuk diterimanya sebuah ibadah haruslah memenuhi dua persyaratan; yang pertama adalah ikhlas semata-mata kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan yang kedua adalah mutaba’atur rasul. Dan sungguh jelas bagi kita bahwa urusan ibadah dan tatacaranya adalah hak Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasulnya, bahkan Nabi hanyalah sekedar bertugas untuk menyampaikan dan menjelaskan dengan perkataan dan perbuatannya saja. (lihat: Al-Halal wal Haram fil Islam oleh Dr. Yusuf Al-Qaradhawie).

Ini semua dilakukan oleh para ulama’ baik yang telah lalu ataupun yang sekarang adalah demi menjaga keutuhan agama dan syari’at Allah subhanahu wa ta’ala. Bukankah rusaknya ajaran yang telah lewat (Yahudi dan Nashrani), salah satu sebabnya adalah urusan agama dan ibadah mereka tidak terjaga dengan baik, banyak penambahan dan pengurangan terhadap syari’at yang telah Allah subhanhu wa ta’ala ajarkan dalam kitab yang telah di turunkan kepada Nabi-Nya. Dan sekiranya syari’at Allah ini tidak dijaga dari hal-hal penambahan dan pengurangan maka betapa rusaknya agama ini.

Oleh sebab itu kita jangan gegabah dengan menganggap urusan yang seperti itu adalah urusan yang remeh. Kita harus melihat permasalahan yang timbul. Apakah kepercayaan dan ibadah yang ada itu berdasarkan dalil atau tidak, dan apakah dalil yang digunakan itu tergolong Hadits yang maqbul (diterima) atau Hadits yang mardud (ditolak). Jika ada kepercayaan dan ibadah tanpa ada dasar dari Al-Qur’an dan Al-Hadits Ash-Shahih yang maqbul maka tentu saja kepercayaan dan ibadah tersebut teranggap kepercayaan dan ibadah yang diada-adakan atau bid’ah.


5 respons untuk ‘A G A M A K E R U K U N A N

  1. Tentang agama Ardhi dan Semitik, artikel ini sangat menarik: http://religi.wordpress.com/2007/03/16/agama-langit-dan-agama-bumi/

    AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI

    Ada berbagai cara menggolongkan agama-agama dunia. Ernst Trults seorang teolog Kristen menggolongkan agama-agama secara vertikal: pada lapisan paling bawah adalah agama-agama suku, pada lapisan kedua adalah agama hukum seperti agama Yahudi dan Islam; pada lapisan ketiga, paling atas adalah agama-agama pembebasan, yaitu Hindu, Buddha dan karena Ernst Trults adalah seorang Kristen, maka agama Kristen adalah puncak dari agama-agama pembebasan ini.

    Ram Swarup, seorang intelektual Hindu dalam bukunya; “Hindu View of Christianity and Islam” menggolongkan agama menjadi agama-agama kenabian (Yahudi, Kristen dan Islam) dan agama-agama spiritualitas Yoga (Hindu dan Buddha) dan mengatakan bahwa agama-agama kenabian bersifat legal dan dogmatik dan dangkal secara spiritual, penuh klaim kebenaran dan yang membawa konflik sepanjang sejarah. Sebaliknya agama-agama Spiritualitas Yoga kaya dan dalam secara spiritualitas dan membawa kedamaian.

    Ada yang menggolongkan agama-agama berdasarkan wilayah dimana agama-agama itu lahir, seperti agama Semitik atau rumpun Yahudi sekarang disebut juga Abrahamik (Yahudi, Kristen, dan Islam) dan agama-agama Timur (Hindu, Buddha, Jain, Sikh, Tao, Kong Hu Cu, Sinto).

    Ada pula yang menggolongkan agama sebagai agama langit (Yahudi, Kristen, dan Islam) dan agama bumi (Hindu, Buddha, dll.) Penggolongan ini paling disukai oleh orang-orang Kristen dan Islam, karena secara implisit mengandung makna tinggi rendah, yang satu datang dari langit, agama wahyu, buatan Tuhan, yang lain lahir di bumi, buatan manusia. Penggolongan ini akan dibahas secara singkat di bawah ini.

    Agama bumi dan agama langit.

    Dr. H.M. Rasjidi, dalam bab Ketiga bukunya “Empat Kuliyah Agama Islam Untuk Perguruan tinggi” membagi agama-agama ke dalam dua kategori besar, yaitu agama-agama alamiah dan agama-agama samawi. Agama alamiah adalah agama budaya, agama buatan manusia. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah agama Hindu dan Budha. Mengenai agama Hindu Rasjidi mengutip seorang teolog Kristen, Dr. Harun Hadiwiyono, Rektor Sekolah Tinggi Theologia “Duta Wacana” di Yogyakarta sebagai berikut:

    “Sebenarnya agama Hindu itu bukan agama dalam arti yang biasa. Agama Hindu sebenarnya adalah satu bidang keagamaan dan kebudayaan, yang meliputi jaman sejak kira-kira 1500 S.M hingga jaman sekarang. Dalam perjalanannya sepanjang abad-abad itu, agama Hindu berkembang sambil berobah dan terbagi-bagi, sehingga agama ini memiliki ciri yang bermacam-macam, yang oleh penganutnya kadang-kadang diutamakan, tetapi kadang-kadang tidak diindahkan sama sekali. Berhubung karena itu maka Govinda Das mengatakan bahwa agama Hindu itu sesungguhnya adalah satu proses antropologis, yang hanya karena nasib baik yang ironis saja diberi nama agama.” 1)

    Samawi artinya langit. Agama samawi adalah agama yang berasal dari Tuhan (yang duduk di kursinya di langit ketujuh, Sky god, kata Gore Vidal). Yang termasuk dalam kelompok ini adalah agama Yahudi, Kristen, dan Islam. Dalam bab Keempat dengan judul “Agama Islam adalah Agama Samawi Terakhir” Rasjidi dengan jelas menunjukkan atau menempatkan Islam sebagai puncak dari agama langit. Hal ini dapat dipahami karena Rasjidi bukan saja seorang guru besar tentang Islam, tetapi juga seorang Muslim yang saleh.

    Bahkan dengan doktrin mansukh, pembatalan, para teolog dan ahli fikih Islam mengklaim, Qur’an sebagai wahyu terakhir telah membatalkan kitab-kitab suci agama-agama sebelumnya (Torah dan Injil).

    Bila Tuhan yang diyakini oleh ketiga agama bersaudara ini adalah satu dan sama, pandangan para teolog Islam adalah logis. Tetapi disini timbul pertanyaan, apakah Tuhan menulis bukunya seperti seorang mahasiswa menulis thesis? Sedikit demi sedikit sesuai dengan informasi yang dikumpulkannya, melalui percobaan dan kesalahan, perbaikan, penambahan pengurangan, buku itu disusun dan disempurnakan secara perlahan-lahan?

    Tetapi ketiga agama ini tidak memuja Tuhan yang satu dan sama. Masing-masing Tuhan ketiga agama ini memiliki asal-usul yang berbeda dan karakter yang berbeda. Yahweh berasal dan ajudan dewa perang, yang kemungkinan berasal dari suku Midian, dan dijadikan satu-satunya Tuhan orang Israel oleh Musa. Jesus salah seorang dari Trinitas, adalah seorang pembaharu agama Yahudi yang diangkat menjadi Tuhan oleh para pendiri Kristen awal. Allah adalah dewa hujan yang setelah digabung dengan dewa-dewa lain orang Arab dijadikan satu-satunya tuhan orang Islam oleh Muhammad. Jadi Yahweh, Trinitas dan Allah adalah tuhan-tuhan yang dibuat manusia. 2) (Lihat Karen Amstrong: A History of God).

    Dan karakter dari masing-masing Tuhan itu sangat berbeda. Ketiganya memang Tuhan pencemburu, tetapi tingkat cemburu mereka berbeda. Yahweh adalah Tuhan pencemburu keras, gampang marah, dan suka menghukumi pengikutnya dengan kejam, tetapi juga suka ikut berperang bersama pengikutnya melawan orang-orang lain, seperti orang Mesir, Philistin dan Canaan. Jesus juga Tuhan pencemburu, tapi berpribadi lembut, ia memiliki banyak rasa kasih, tetapi juga mempunyai neraka yang kejam bagi orang-orang yang tidak percaya padanya. Allah lebih dekat karakternya dengan Yahweh, tetapi bila Yahweh tidak memiliki neraka yang kejam, Allah memilikinya. Di samping itu, bila Yahweh menganggap orang-orang Yahudi sebagai bangsa pilihannya, Allah menganggap orang-orang Yahudi adalah musuh yang paling dibencinya.

    Jadi jelaslah di langit-langit suci agama-agama rumpun Yahudi ini terdapat lima oknum Tuhan yang berbeda-beda, yaitu Yahweh, Trinitas (Roh Kudus, Allah Bapa dan Tuhan Anak atau Jesus) dan Allah Islam. Masing-masing dengan ribuan malaikat dan jinnya.

    Pengakuan terhadap Tuhan yang berbeda-beda tampaknya bisa menyelesaikan masalah soal pembatalan kitab-kitab atau agama-agama sebelumnya oleh agama-agama kemudian atau agama terakhir. Masing-masing Tuhan ini memang menurunkan wahyu yang berbeda, yang hanya berlaku bagi para pengikutnya saja. Satu ajaran atau satu kitab suci tidak perlu membatalkan kitab suci yang lain.

    Tetapi disini timbul masalah lagi. Bagaimana kedudukan bagian-bagian dari Perjanjian Lama yang diterima atau diambil oleh Perjanjian Baru? Bagaimana kedudukan bagian-bagian Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang terdapat di dalam Al-Qur’an? Apakah bagian-bagian itu dipinjam dari Tuhan yang satu oleh Tuhan yang lain, yang ada belakangan? Atau persamaan itu hanya kebetulan? Ataukah para penulis kitab-kitab yang belakangan meminjamnya dari penulis kitab-kitab terdahulu?

    Pembagian agama menjadi agama bumi dan agama langit, dari sudut pandang Hindu sebenarnya tidak menjadi masalah. Ini terkait dengan konsep ketuhanan dari masing-masing agama. Agama-agama Abrahamik atau Rumpun Yahudi (nama yang lebih tepat daripada “agama langit”) memandang Tuhan sebagai sosok berpribadi, seperti manusia, yang berdiam di langit (ke tujuh) duduk di atas kursinya, yang dipikul oleh para malaikat. Dari kursinya di langit itu Dia melakukan segala urusan, termasuk antara lain, tetapi tidak terbatas pada, mengatur terbit dan tenggelannya matahari, “menurunkan” wahyu dan lain sebagainya. Dari segi ini benarlah sebutan “agama langit” itu, karena ajarannya diturunkan oleh Tuhannya yang bermukim nun jauh di langit.

    Dalam pandangan agama Hindu, Tuhan bersifat panteistik, yang melingkupi ciptaan (imanen) dan sekaligus di luar ciptaannya (transenden). Menurut pandangan Hindu Tuhan tidak saja lebih besar dari ciptaannya, tetapi juga dekat dengan ciptaannya. Kalau Tuhan hanya ada di satu tempat di langit ketujuh, berarti Ia ada di satu noktah kecil di dalam ciptaannya. Oleh karena itu Dia tidak Mahabesar. Agak mirip dengan pengertian ini, di dalam agama Hindu, dikenal ajaran tentang Avatara, yaitu Tuhan yang menjelma menjadi mahluk, yang lahir dan hidup di bumi – seperti Rama dan Krishna – menyampaikan ajarannya di bumi langsung kepada manusia tanpa perantara.

    Dari segi ini, dikotomi agama langit dan agama bumi tidak ada masalah. Baru menjadi masalah ketika “truth claim” yang menyertai dikotomi ini. Bahwa agama langit lebih tinggi kedudukannya dari agama bumi; karena agama-agama langit sepenuhnya merupakan bikinan Tuhan, yang tentu saja lebih mulia, lebih benar dari agama-agama bumi yang hanya buatan manusia dan bahwa oleh karenanya kebenaran dan keselamatan hanya ada pada mereka. Sedangkan agama-agama lain di luar mereka adalah palsu dan sesat.

    Pandangan “supremasis” ini membawa serta sikap “triumpalis”, yaitu bahwa agama-agama yang memonopoli kebenaran Tuhan ini harus menjadikan setiap orang sebagai pengikutnya, menjadikan agamanya satu-satunya agama bagi seluruh umat manusia, dengan cara apapun. Di masa lalu “cara apapun” itu berarti kekerasan, perang, penaklukkan, penjarahan, pemerkosaan dan perbudakan atas nama agama.

    Masalah wahyu

    Apakah wahyu? Wahyu adalah kata-kata Tuhan yang disampaikan kepada umat manusia melalui perantara yang disebut nabi, rasul, prophet. Bagaimana proses penyampaian itu? Bisa disampaikan secara langsung, Tuhan langsung berbicara kepada para perantara itu, atau satu perantara lain, seorang malaikat menyampaikan kepada para nabi; atau melalui inspirasi kepada para penulis kitab suci. Demikian pendapat para pengikut agama-agama rumpun Yahudi.

    Benarkah kitab-kitab agama Yahudi, Kristen dan Islam, sepenuhnya merupakan wahyu Tuhan? Bila benar bahwa kitab-kitab ini sepenuhnya wahyu Tuhan, karena Tuhan Maha Tahu dan Maha Sempurna, maka kitab-kitab ini sepenuhnya sempurna bebas dari kesalahan sekecil apapun. Tetapi Studi kritis terhadap kitab-kitab suci agama-agama Abrahamik menemukan berbagai kesalahan, baik mengenai fakta yang diungkapkan, yang kemudian disebut ilmu pengetahun maupun tata bahasa. Berikut adalah beberapa contoh.

    Pertama, kesalahan mengenai fakta.

    Kitab-suci kitab-suci agama ini, menyatakan bumi ini datar seperti tikar, dan tidak stabil. Supaya bumi tidak goyang atau pergi ke sana kemari, Tuhan memasang tujuh gunung sebagai pasak. Kenyataannya bumi ini bulat seperti bola. Dan sekalipun ada banyak gunung, lebih dari tujuh, bumi tetap saja bergoyang, karena gempat.

    Kedua, kontradiksi-kontradiksi.

    Banyak terdapat kontradiksi-kontradiksi intra maupun antar kitab suci-kitab suci agama-agama ini. Satu contoh tentang anak Abraham yang dikorbankan sebagai bukti ketaatannya kepada Tuhan (Yahweh atau Allah). Bible mengatakan yang hendak dikorbankan adalah Isak, anak Abraham dengan Sarah, istrinya yang sesama Yahudi. Sedangkan Qur’an mengatakan bukan Isak, tetapi Ismail, anak Ibrahamin dengan Hagar, budak Ibrahim yang asal Mesir

    Contoh lain. Bible menganggap Jesus sebagai Tuhan (Putra), sedangkan Al-Qur’an menganggap Jesus (Isa) hanya sebagai nabi, dan bukan pula nabi terakhir yang menyempurnakan wahyu Tuhan.

    Ketiga, kesalahan struktur kalimat atau tata bahasa.

    Di dalam kitab-kitab suci ini terdapat doa-doa, kisah-kisah, berita-berita tentang kegiatan Tuhan, mirip seperti berita surat kabar, yang ditulis oleh seseorang (wartawan) atas seseorang yang lain (dari obyek berita, dalam hal ini Tuhan). Lalu ada kalimat yang merujuk Tuhan sebagai “Aku, Kami, Dia, atau nama-namanya sendiri, seperti Allah, Yahweh, dll”. Mengapa Tuhan menunjukkan diriNya dengan Dia, kata ganti ketiga? Kata-kata atau kalimat-kalimat pejoratif seperti Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha Mengetahui ini pastilah dibuat oleh manusia, sebab mustahil rasanya Tuhan memuji-muji dirinya sendiri.

    Keempat, ajaran tentang kekerasan dan kebencian.

    Di dalam kitab-suci kitab-suci agama-agama langit ini banyak terdapat ajaran-ajaran tentang kebencian terhadap komunitas lain, baik karena kebangsaan maupun keyakinan. Di dalam Perjanjian Lama terdapat kebencian terhadap orang Mesir, Philistin, Canaan dll. Di dalam Perjanjian Baru terdapat ajaran kebencian terhadap orang Yahudi dan Roma. Di dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat kebencian terhadap orang-orang Yahudi, Kristen dan pemeluk agama-agama lain yang dicap kafir secara sepihak. Pertanyaan atas soal ini, betulkah Tuhan menurunkan wahyu kebencian terhadap sekelompok orang yang memujanya dengan cara berbeda-beda, yang mungkin sama baiknya atau bahkan lebih baik secara spiritual? Bukankah akhirnya ajaran-ajaran kebencian ini menjadi sumber kekerasan sepanjang massa?

    Bagaimana mungkin Tuhan yang Maha Bijaksana, Maha Pengasih dan Penyayang menurunkan wahyu kebencian dan kekerasan semacam itu? Di dalam agama Hindu kebencian dan kekerasan adalah sifat-sifat para raksasa, asura dan daitya (demon, devil, atau syaitan).

    Di samping hal-hal tersebut di atas, agama-agama rumpun Yahudi banyak meminjam dogma dari agama-agama lain, bahkan dari komunitas yang mereka sebut penyembah berhala atau kafir. Dogma utama mereka tentang eskatologi seperti hari kiamat, kebangkitan tubuh dan pengadilan terakhir dipinjam oleh agama Yahudi dari agama Zoroaster Persia, lalu diteruskan kepada agama Kristen dan Islam. Legenda tentang penciptaan Adam dipinjam dari leganda tentang penciptaan Promotheus dalam agama Yunani kuno. Bagaimana mungkin tuhan agama langit meminjam ajaran dari agama-agama atau tradisi buatan manusia?

    Swami Dayananda Saraswati (1824-1883), pendiri Arya Samaj, sebuah gerakan pembaruan Hindu, dalam bukunya Satyarth Prakash (Cahaya Kebenaran) membahas Al Kitab dan AI-Qur’an masing-masing di dalam bab XI II dan XIV, dan sampai kepada kesimpulan yang negatif mengenai kedua kitab suci ini. Bahwa kedua kitab suci ini mengandung hal-hal yang patut dikutuk karena mengajarkan kekerasan, ketahyulan dan kesalahan. Ia meningkatkan penderitaan ras manusia dengan membuat manusia menjadi binatang buas, dan mengganggu kedamaian dunia dengan mempropagandakan perang dan dengan menanam bibit perselisihan.

    Apa yang dilakukan oleh Swami Dayananda Saraswati adalah kounter kritik terhadap agama lain atas penghinaan terhadap Hindu yang dilakukan sejak berabad-abad sebelumnya oleh para teolog dan penyebar agama lainnya.

    Kesimpulan.

    Tidak ada kriteria yang disepakati bersama di dalam penggolongan agama-agama. Setiap orang membuat kriterianya sendiri secara semena-mena untuk tujuan meninggikan agamanya dan merendahkan agama orang lain. Hal ini sangat kentara di dalam agama-agama missi yang agresif seperti Kristen dan Islam dimana segala sesuatu dimaksudkan sebagai senjata psikologis bagi upaya-upaya konversi dan proselitasi mereka.

    Di samping itu tidak ada saksi dan bukti untuk memverifikasi dan memfalsifikasi apakah isi suatu kitab suci betul-betul wahyu dari Tuhan atau bukan? Yang dapat dikaji secara obyektif adalah isi atau ajaran yang dikandung kitab suci-kitab suci itu apakah ia sesuai dengan dan mempromosikan nilai-nilai kemanusiaan, seperti cinta kasih, kesetiaan, ketabahan, rajin bekerja, kejujuran, kebaikan hati atau mengajarkan kebencian dan kekerasan?

    Penggolongan agama-agama menjadi agama langit dan agama bumi, jelas menunjukkan sikap arogansi, sikap merendahkan pihak lain, dan bahkan sikap kebencian yang akhirnya menimbulkan kekerasan bagi pihak yang dipandangnya sesat, menjijikan dan tidak bernilai. Di lain pihak penggolongan ini menimbulkan rasa tersinggung, kemarahan, dan akhirnya kebencian. Bila kebencian bertemu kebencian, hasilnya adalah kekerasan.

    Melihat berbagai cacat dari kitab suci-kitab suci mereka, khususnya ajarannya yang penuh kebencian dan kekerasan, maka isi kitab suci itu tidak datang dari Tuhan, tetapi dari manusia yang belum tercerahkan, apalagi Tuhan-Tuhan mereka adalah buatan manusia.

    Berdasarkan hal-hal tersebut di atas disarankan agar dikotomi agama langit dan agama bumi ini tidak dipergunakan di dalam baik buku pelajaran, wacana keagamaan maupun ilmiah. Dianjurkan agar dipergunakan istilah yang lebih netral, yaitu agama Abrahamik dan agama Timur.

    (Ngakan Putu Putra sebagaian bahan dari SATS ; “Semua Agama Tidak Sama” ).

    Catatan kaki:
    I). Prof . DR. H.M. Rasjidi : “Empat Kuliyah Agama Islam pada Perguruan Tinggi” penerbit Bulan Bintang, Jakarta, cetakan pertama, 1974. hal 10) H.M Rasjidi hal 53
    2). Lihat Karen Amstrong : A History of God
    3). Swami Dayananda Saraswati Satyarth Prakash (Light of Truth), hal 648.
    4). Ibid hal 720.

  2. wakakakaka itulah kalo cuma ngebebek arab pake agama impor kaya ente, syukurlah diriku ini tidak memilih islam dan lebih menghargai apa yang telah ada dan yang telah di tinggalkan oleh leluhurku, aku bangga akan keyakinan yang diberikan leluhurku seperti aku bangga akan budaya yang di tinggalkan oleh leluhur ku…

    Kalau anda ingin tau apa yang benar BUNUH LAH DULU TUHAN MU barulah kamu kembali dari awal dengan pikiran yang masih polos (semoga kamu paham apa yang saya katakan ini)

  3. Kami menyadari mungkin dalam tulisan yang kami layangkan bakal mendapat kritik dari pembaca yang budiman. Yang ingin kami sampaikan dalam kesempatan kali ini adalah bahwa dengan senang hari kami membuka kambali literature yang pernah kami baca berkenaan dengan pembahasan history of religion.

    Sepengetahuan saya dan sepanjang yang kami pelajari bahwa topic pembahasan pembagian agama secara histories sangat bermacam-macam, tergantung dari subjek yang bersangkutan. Ada yang membagi dengan muatan kuat mengkaji agama berdasarkan wilayah penyebaran, jumlah pemeluk, dll.

    Tapi semua pembagian yang seperti itu tidak menunjukan kapada kami akan arti sebuah kebenaran. Sebab kajian secara sosio humanis sering kali tidak meninggalkan bekas melainkan hanya sekedar pengtahuan. Kami juga akui pembagian agama samawi dan ardhi (langit dan bumi) menyandang banyak kritikan, dengan asumsi tidak memiliki nilai objectivitas, dan terlebih lagi tidak humanis. Namun pembagian yang demikian meninggalkan bekas kepada kami bahwa sebenarnya pada mulanya agama yang dibawa oleh manusia pertama (Adam) adalah agama ketaatan kepada Tuhan, yang kemudian hari melalui masa penyimpangan penyimpangan oleh umat manusia, hasil penyimpangan itulah yang kami fahami sebagai agama ardhi (atau agama bumi; yang dihasilkan oleh karya cipta manusia ‘wadh’i’).

    Karena penyimpangan yang dilakukan manusia dari agama yang memiliki prinsip ketaatan dan kepatuhan kepada Tuhan itulah, kemudian Tuhan mengutus para rasul dan nabinya dari setiap zaman dengan tujuan mengmbalikan manusia pada pemahaman yang benar, agama yang mula-mula.

    Teryata dibelakangan hari, hasil penyimpangan itu masih tersimpan dalam hati sebagaian manusia. Dan kami melihat, disinilah kemudian para sarjana muslim memetakan bahwa agama yang ada sebagian merupakan agama karya samawi dan agama karya manusia.

    Para sarjana history dalam kajian agama sebagai object serta gejala keberagamaan kemanusian sebagai bahan utama kajian sering menganggap bahwa taqsim (pembagian) yang demikian tidak memiliki nilai subjectivitas. Dan bahkan cenderung mengaggap ada klaim agama orang lain salah.

    Pendapat itu sah sah saja diungkapkan. Namun sejauh yang saya pelajari bahwa saat ini umat islam lebih dituntut untuk memahami ajaran orang lain dari pada memahami agamanya sendiri, ssedangkan pemeluk lain tidak! Kita ummat Islam dipaksa toleran dengan agama lain, nmaun agama lain tidak pernah toleran kepada Islam sendiri, padahal kalau mereka membuka mata dan wawasannya terhadap sejarah Islam, pasti akan anda dapati Islam adalah agama yang sangat toleran diantara agama lainnya yang ada dibumi saat ini. . Kenyataan inilah yang menjadi fokus kami dalam penulisan artikel ini. Ada apa dibalik itu semua?. Banyak intelektual muda muslim sekarang yang menyerukan pluralism. Sedangkan agama lain, saya belum pernah ada membaca bahwa tokoh agama setempat menganjurkan pemeluknya untuk melihat agama orang lain atau mencoba merasakan bagaiman agama orang lain.

    Yang perlu kami yakinkan kepada pembaca yang budiman. Bahwa agama islam tidak pernah mengajarkan bertempur melawan agama orang lain. Dan dalam islam kami tidak pernah memaksakan orang lain untuk bersama dengan kita. Kita hanya bisa menjelaskan jika anda tanya tentang agama kami. Kami tidak akan pernah memulai mengangkat bendera perang terhadap agama lain kecuali jika kami diancam atau diserang.
    Dan dengan memeluk islam juga tidak berarti membanggakan bangsa arab, dan kiblat kami semata hanya mematuhi perintah Allah subhanahu wata’ala untuk menghadapkan ke baitullah ka’bah setelah 16 bulan pendahulu kami menghadapkan ke baitul maqdis. Langkah kami menghadap kiblat (ka’bah) dan apa yang kami lakukan dalam pelaksanaan ibadah haji hanya mengikuti perintah Allah untuk menghidupkan syi’ar nabi Ibarhim alaihissalam.

    Kami juga telah membuka mata untuk mengkaji agama, prinsip dan ritual keagamaan, juga dasar-dasar falsafah kuno dan modern, dan yang kami dapatkan adalah semua itu merupakan uji coba dan langkah mencari kebenaran dengan kemampuan akal manusia yang sangat terbatas. Dan yang saya yakini dari hasil kajian yang kami lakukan bahwa langkah mengenal Tuhan memang dibutuhkan akal, namun semata dengan akal manusia tidak sedikit terjadi kekeliruan. Wahyu (kalamullah) jalan yang paling tepat menyandarkan diri kita untuk mencoba mengenal Tuhan, dan dengan bimbingan para nabinya yang diutus ke dunia.

    Paling tidak dari hasil kajian para ulama (sarjana muslim) dari hasil warisan karya tulis yang ditinggalkan dengan pemahaman mereka terhadap al Quran menyimpulkan bahwa :
    1. Agama yahudi dan nasrani memiliki atsar (bekas dan sisa-sisa) yang menunjukan bahwa dua agama tersebut adalah yang pernah Allah turunkan ke dunia melalui para rasulnya.
    2. Agama nasrani adalah kelanjutan dari agama samawi untuk memperbarui agama yahudi yang telah kental dengan muatan ta’asub etnis (fanatisme bangsa Yahudi).
    3. Agama islam adalah kelanjutan dan pelengkap sekaligus penyempurna dari agama samawi yang terdahulu yang pernah diberlakukan.
    4. Karena unsur-unsur pengikut yang masih tetap bertahan dengan agama yang telah dipeluk maka kenyataan keberagamaan agama diakui keberadaanya.
    5. Umat islam tidak boleh berputus asa untuk menjelaskan kepada seluruh umat manusia tentang agama Islam sebagai kelanjutan dari risalah terdahulu.
    6. Agama islam adalah agama penyempurnan dan telah paripurna. Itu juga bukan berasal dari inisiatif pribadi orang muslim, namun ketaatan dan keimanan kami kepada wahyu yang menyatakan demikian.
    7. Umat islam harus dapat memproteksi diri tentang aqidah (kepercayaan) dan system peribadatan.
    8. Umat islam harus bisa memberikan sumbangsih kepada dunia untuk menentramkan dengan menjahui segala peribadatan yang merendahkan harga diri manusia, seperti kepada batu, pohon, penguasa (manusia), atau mteri-materi lain.

    Terimakasih dan saya mohon maaf jika ada kata-kata yang salah. Kebenaran berasal dari Allah, dan kesalahan adalah dari kami pribadi.

    Su’ud Hasanudin
    Email : den_dles@yahoo.com

  4. peace
    peace
    peace
    damai
    damai

    semoga semua makhluk berbahagia
    ya tuhan semoga semua arah menjadi sahabatku\
    AMIN

  5. Apapun itu Harus Dikembalikan kepada Alqur’an sebagai Firman Allah SWT, Dan Alhadits yang Shohih sebagai Sabda Rasulullah Muhammad SAW

    jangan di kembalikan pada para pemikir yng bingung kan pemikirannya sehingga pengikutnya pun orang2 yang bingung akan hidupnya yang bingung sehingga terjadilah sebuah kumpulan orang2 Bingung,..

    Kita wajar menghormati Para Cendikia,/ pemikir atau Apalah namanya itu tapi, Tak lebih Dari apa yang sang Khaliq Firmankan melalu Nabi Kita Muhammad Rasulullah,..

Tinggalkan komentar